Kulintang

Penulis Max Wilar, teolog
Saya tidak setuju pengajuan joint submission dengan negara lain untuk mendapatkan pengakuan kulintang sebagai cultural heritage UNESCO.

Mengapa ? Kulintang  adalah alat musik terbuat dari bilah-bilah kayu dan merupakan local genuine seni musik  tradisional suku bangsa Minahasa di Sulawesi Utara, Indonesia.

Kulintang saat ini telah meluas ke seluruh penjuru Indonesia bahkan ke belahan dunia. Keunikan kulintang dapat ditulis secara komprehensif (inter-disiplin) oleh sejumlah akademisi. Misalnya, Valentino Lumowa, PhD (Filsafat), Pst. Paul Richard Renwarin, PhD (Sosial Budaya), Dr. Ivan R.B. Kaunang (Sejarah), Prof. Dr.  Perry Rumengan (Etnomusikologi), Drs. Reiner E. Ointoe, MA (Locus science), Baby Sumanti (Praktisi, Sanggar Bapontar) dst.

Tulisan dibuat dalam bahasa Inggris sesuai format standar naskah scopus dan diterbitkan oleh jurnal terakreditasi internasional. Itulah naskah akademik yang kelak disampaikan kepada Komite Warisan Dunia (World Heritage Committee) UNESCO oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan RI.

Naskah Akademik dengan syarat normatif tsb belum pernah dilakukan karena kelalaian kita. Komite Warisan Dunia UNESCO  terdiri atas ilmuwan dan akademisi terbaik dibidangnya.

Saran saya tegas. Batalkan joint submission kepada UNESCO untuk tahun 2022 dan Pemprov Sulut segera bentuk Tim Kerja Pemajuan Seni Musik Kulintang (TKPSMK) sesuai amanat Undang- Undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada tgl. 24 Mei 2017 dan diundangkan pada tgl. 29 Mei 2017 dalam lembaran negara tahun 2017 nomor 104.

TKPSMK tersebut akan melengkapi kinerja Dinas Kebudayaan Provinsi Sulawesi Utara untuk mempersiapkan pengajuan kulintang sebagai world heritage yang berasal dari Indonesia setelah tahun 2022. I Yayat u Le’os.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *