PT PGE Dituding Tak Manusiawi, Wawoh : Kami Seperti Dibunuh Pelan-Pelan

Foto: Aktivis Geothermal Warga Tondangow, Royen Wawoh

Onlinebrita.com, Tomohon – “Saat ini, torang so nembole (kami sudah tidak bisa red,) dibohongi dan dibodohi lagi oleh PT PGE, karena sudah cukup 30 tahun kami menderita,” ungkap Royen Wawoh, warga Tondangow, Rabu (10/04/2024).

Kepada Onlinebrita.com, Ia secara gamblang mengemukakan, bahwa mereka bukan tak punya dasar sehingga menuntut konpensasi dari PT PGE.

Menurutnya, mereka (PT PGE red,) tak manusiawi, selama eksplorasi berlangsung puluhan tahun, kami seperti dibunuh pelan-pelan.

“Yang menjadi dasar kami, yaitu Pertama, dampak uap panas bumi Geothermal telah merusak sawah dan ladang yang menjadi tumpuan satu-satunya sumber kehidupan kami,” ujar Wawoh.

Ia sembari menyebut, dampak negatif Geothermal mengakibatkan debit air di kampungnya itu turun secara signifikan.

Bahkan, hasil penelitian ahli Geologi menyebutkan, bahwa Uap Panas Bumi Geothermal juga mengandung Zat Korosif, yang mengakibatkan karat pada benda-benda logam.

“Hingga tak heran, semua atap rumah (seng red,) hanya bisa bertahan 1,5 tahun, setelah itu rusak parah alias bocor, karena berkarat, termasuk peralatan elektronik dan kendaraan bermotor,” ujarnya.

Sambil bertanya, Siapa yang bertanggung jawab atas kerugian yang kami alami selama ini? silahkan kalau mereka (PT PGE) mau angkat kaki dari tanah hak ulayat kami Tondangow.

Buktinya, hampir 95 % atap rumah di Tondangow diganti dengan bahan Asbes yang berdampak negatif juga pada kesehatan manusia, karena serat Asbes dapat mengakibatkan kanker paru-paru.

“Jadi semburan Gas dan Uap Korosif sangat berbahaya bagi organ tubuh manusia, termasuk Mata dan Saluran Pernafasan,” tandasnya.

Kedua, dampak H2S (Hidrogen Sulfida red,) dimana, Zat Kimia H2S yang keluar dari sumur pengeboran Panas Bumi Geothermal berbahaya bagi kesehatan manusia.

“Tingkat rendah dampak H2S, menyebabkan iritasi pada Mata, Hidung dan Tenggorokan. Tingkat sedang dampak H2S, Sakit Kepala, Pusing, Mual dan Muntah, Batuk dan kesulitan bernafas. Dan, Tingkat Tinggi dampak H2S, yaitu menyebabkan shock, kejang, koma dan kematian,” urai Wawoh.

Ketiga, dampak paparan debu Silika yaitu
Zat kimia Silika yang digunakan saat pengeboran Sumur Panas Bumi Geothermal dapat menyebabkan penyakit kanker paru-paru dan penyakit ginjal.

Limbah berbahaya, bahan beracun yang keluar dari lokasi proyek panas bumi Pertamina Geothermal menyebabkan kerusakan lingkungan, termasuk unsur hara, seperti Tanaman, lahan Pertanian, Perkebunan, Hewan, dan segala mahkluk hidup didalamnya.

Keempat, Dasar Hukum Tuntutan Konpensasi kepada PT Pertamina Geothermal Energi, yaitu UUD 45 Pasal 33 ayat 3, Bumi, Air dan Kekayaan Alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara, dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk Kemakmuran Rakyat.

Seperti tertulis dalam Undang-Undang ini bahwa, ‘dipergunakan sebesar-besarnya untuk Kemakmuran Rakyat’.

“Sangat memiriskan, karena amanat UU ini berbeda jauh atau bertolak belakang dengan kenyataan yang kami alami selama ini,” berang Wawoh.

Menurutnya sesuai data Tahun 2022 lalu, Pemegang Saham PGE berbagi Deviden 100 Juta US Dolar, dimana Kementerian ESDM 34%, Pemkot Tomohon 0,5% (Bonus Produksi) sebesar 3 Miliar 538 Juta Rupiah.

“Sedangkan kami, Kelurahan Tondangow hanya mendapat Dana CSR sebesar Rp20 Juta dalam bentuk barang yaitu Sound System dan Kursi,” bebernya.

Kami warga Tondangow merasa sangat kesal, karena manajemen PT PGE banyak berdalih soal keberadaan Eksplorasi Panas Bumi di wilayah kami.

Kata Wawoh, seperti kalimat yang diungkap oleh manajemen PT PGE bahwa, bila memang aktivitas Geothermal di Wilayah Tondangow terbukti merusak lingkungan dan mengancam kesehatan warga Tondangow, maka PT PGE siap menghentikan kegiatan di Tondangow.

Namun, dengan syarat untuk dilakukan pengujian dan kajian terlebih dahulu. “Kalau mau dilakukan kajian dan pengujian pencemaran lingkungan saya minta Pihak PT PGE harus fair.

Artinya, agar kedua pihak sama-sama mengalami, kami minta Manajemen dan Staf PT PGE membangun rumah disekitar Proyek Geothermal dan tinggal disitu,” tantang Wawoh.

“Jangan hanya kami warga Tondangow yang dijadikan kelinci percobaan, kalau mati mari kita mati sama-sama,” ketusnya.

Kenyataannya, bahwa pihak yang ditunjuk untuk melakukan kajian dan pengujian disinyalir tidak independent.

“Terbukti dari hasil penelitian selama ini, terkesan sangat tertutup dan tidak transparan, malah seolah-olah tidak terjadi apa-apa di Tondangow, padahal sudah berkali-kali terjadi insiden,” tukasnya seraya mempertanyakan soal penerapan UU Keterbukaan Informasi Publik No. 14 Tahun 2010.

Diketahui, pertemuan Manajemen PT PGE dan Masyarakat Tondangow yang difasilitasi baik Pemerintah Kelurahan maupun Pihak Kepolisian sudah berlangsung selama 3 kali, dan belum ada kata sepakat alias deadlock.(*jopa)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *