Foto: Kepala Seksi PPS ATR/BPN Manado Nensi Runturambi saat Diwawancarai
Onlinebrita.com – Manado. Kepala Kantor ATR/BPN Kota Manado Alexander Wowiling. M.Si yang diwakili Kepala Seksi Penetapan dan Pendaftaran tanah ATR/ BPN Kota Manado Nensi MJ Runturambi, S.ST mengakui sengeketa tanah paling dominan di kota Manado adalah sengketa batas. Baik batas kiri, kanan muka dan belakang. “Padahal pemilik lahan kedua belah pihak saat awal pendaftaran pembuatan sertifikat sudah sepakat,” ini yang sering menjadi kendala,” ujar Nensi.
Kendala ini menjadi sangat rumit karena terjadi banyak riak-riak di lapangan, yang tentunya sangat mengganggu proses penerbitan sertifikat. Padahal pada saat awal pengusulan pembuatan sertifikat ada form yang sudah di buat dan disetujui bersama tercantum dalam draf form tersebut.
Menurut Nensi, dalam kaitan untuk pengukuran ataupun pemetaan atas batas batas tanah, pihaknya memakai peralatan terbaru yakni Total Station dengan sistem GPS. Dengan alat ini kita bisa mengukur baik jarak horizontal dan kemiringan, sudut dan ketinggian horizontal dan vertikal untuk topografi tanah.
Menjawab pertanyaan, Nensi mengatakatan usulan pembuatan sertifikat yang didaftarkan oleh masyarakat di ATR/BPN Manado sekitar 100 lebih pada tahun 2022. Semuanya sudah selesai dan telah diserahkan kepada masyarakat. Baik pendaftaran permohonan milik adat maupun pemberian hak tanah negara. Sedangkan untuk sertifikat program pemerintah lewat Pendaftaran Tanah Sistimatik Lengkap (PTSL) sebanyak 50 sertifikat. Penerima 50 Sertifikat. Program PTSL ini semuanya warga Kelurahan Sumompo Kota Manado.
Menyinggung adanya mafia tanah di Manado. Nensi mengatakan memang “ada” tapi tidak di jajaran BPN. Karena mafia tanah ini sifatnya terorganisir lewat jaringan di luar sistim ATR/ BPN. Apalagi kota Manado saat ini banyak sekali pembangunan, sehingga Mafia tanah ini berkeliaran dimana mana. Tapi BPN punya sistim kendali sehingga tingkat kehati-hatian dalam menangani dan mengeluarkan permohonan setifikat betul betul diperhatikan.
Ditanya soal adanya penanganan perkara di ATR/ BPN, Nensi katakan memang ada, dan sekarang ini sedang ditangani oleh Pengadilan Negeri sekitar 20 perkara. Dan persoalannya macam macam, ada yang sifatnya ahli waris dan sertifikat ganda.
Tentang banyaknya tanah tanah dinilai terlantar yang kemudian dimanfaatkan oleh Mafia tanah, Nensi tambahkan di BPN ada sistem pengendalian sehingga semua status hak atas tanah semua terdeteksi. Namun memang khusus untuk tanah yang terlantar, bisa diusulkan oleh Kantor wilayah ke kantor pusat beralih fungsi menjadi tanah negara. Tapi ada tahapannya, yakni memberi surat pembertahuan sampe tiga kali kepada pemilik tanah.
Mengenai sertifikat yang bisa di batalkan, Nensi mengakui ada dua macam pembatalan. Yang pertama cacad administrasi yuridis setelah diperiksa. Kemudian putusan pengadilan. (Jes)